Step 3
- Bagaimana cara seorang dokter gigi dalam menangani anak tersebut pada kunjungan pertama?
ü Pada kunjungan pertama ini sebaiknya hanya untuk memperkenalkan pada anak bagaimana rasanya memeriksakan gigi dan memperlihatkan bahwa ini adalah pengalaman yang menyenangkan.
ü Pemeriksaan terhadap anak hendaknya dilakukan perlahan-lahan, jangan tergesa-gesa dan alat yang digunakan hendaknya dibatasi untuk menghindari rasa takut.
ü Biarkan anak bertanya tentang alat yang digunakan juga bila anak akan memegangnya asalkan tidak berbahaya. Jawablah pertanyaan tersebut dengan jawaban yang mudah dimengerti dan berikan contoh yang mudah dipahami anak
ü Untuk anak yang sangat gelisah dokter gigi dapat mengganti baju dokternya dengan baju biasa. Hal ini akan membuat dokter gigi mempunyai penampilan seperti seorang bapak atau ibu
ü Anak sering dibawa pertama kali ke dokter gigi dalam keadaan sakit, sehingga prosedur pendahuluan yaitu memperkenalkan anak ke dokter gigi tidak mungkin dilakukan. Prosedur yang ideal pada kunjungan ini dapat diubah misalnya pada anak yang datang berobat dalam keadaan sangat sakit, sehingga untuk keadaan demikian harus segera dilakukan perawatan. Beberapa kasus perlu dilakukan segera perawatan (misalnya gigi sangat goyang) sedangkan bila ada rasa sakit lebih baik memberikan analgetik dulu, agar anak dapat yakin bahwa ke dokter gigi justru untuk menyembuhkan,bukan untuk menambah rasa sakit.
ü Pada anak kecil prosedur penyikatan gigi dibatasi beberapa gigi seri dan dalam waktu hanya satu atau dua menit. Tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan anak agar senang ke dokter gigi, apakah plak akan hilang atau tidak adalah tidak penting
ü Jangan menyambut anak dengan memakai masker dan sarung tangan
Tujuan yang mendasar dari kunjungan ini tidak boleh diabaikan. Bagi orang dewasa bila ia merasa kurang senang pada satu dokter gigi ia akan pergi ke dokter gigi lain, tetapi tidak demikian halnya dengan pasien anak, sekali ia mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan akan sulit baginya untuk membangun kepercayaan terhadap dokter gigi.
§ Bagaimana macam-macam tingkah laku ( pola temperamen )dari anak dan penanganannya?
§ Anak yang mudah (easy child). Secara umum, anak itu terlihat bahagia, fungsi biologisnya mempunyai ritme yang jelas, mudah menerima pengalaman baru. JIka frustasi tidak mudah rewel, cepat beradaptasi terhadapa rutinitas baru atau aturan permainan yang baru.
§ Anak yang sulit (difficult child). Mudah terganggu dan sulit ditenangkan, ritme biologisnya tidak beraturan, sering mengekspresikan emosinya.
§ Anak yang bereaksi perlahan (slow to worm up child). cenderung untuk bereaksi perlahan-lahan dan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan orang lain dan situasi baru. (A. Thomas & Chess, 1977).
Frankl membagi derajat tingkah laku anak dalam 4 kategori yaitu jelas negatif, negatif, positif dan jelas positif :
Anak dalam kategori jelas negatif akan menolak perawatan, menangis keras, ketakutan, menunjukkan sikap negatif, menarik diri dari perawatan, tidak terkendali dan tidak kooperatif. Anak enggan menerima perawatan gigi, tidak kooperatif, berwajah muram, enggan mendengar dan merespon kepada dokter gigi dalam kategori negatif sedangkan dalam kategori positif, anak menerima perawatan gigi, tidak menolak petunjuk dokter gigi, bekerjasama dengan dokter gigi dengan mengikuti dan mematuhi arahan dokter gigi. Kategori jelas positif menunjukkan anak dengan gembira menerima perawatan, tertarik dengan tindakan yang dilakukan oleh dokter gigi, banyak bertanya, hubungan yang ramah dengan dokter gigi dan sangat kooperatif.
Wright membagi beberapa kategori berdasarkan kooperatif anak sebagai berikut yaitu anak tidak mampu menjadi kooperatif, anak belum mampu menjadi kooperatif dan anak mempunyai potensi menjadi kooperatif :
Anak yang tidak mampu menjadi kooperatif adalah anak tuna mental, kemampuannya terbatas sedangkan anak usia terlalu muda termasuk dalam kategori belum mampu menjadi kooperatif. Awal pertama anak tidak kooperatif, dengan pendekatan yang baik, tingkah lakunya berubah termasuk dalam kategori berpotensi menjadi kooperatif
- Bagaimana strategi dokter gigi untuk mengatasi rasa takut anak?
Strategi Tahap Primer dalam Mengatasi Rasa Takut
Pendekatan tahap primer bertujuan untuk membentuk lingkungan yang aman dan membiarkan anak merasakan kontrol merupakan kunci dalam bekerja dengan anak yang akan memberikan hasil baik. Hal ini disebabkan karena mereka dibantu untuk memahami pikiran dan penatalaksanaan perawatan yang dilakukan dokter gigi (Karolina, 2008).
Pendekatan Tell-Show-Do (TSD) sebagai metode persiapan dapat diterapkan pada anak yang pertama kali berkunjung ke dokter gigi. Penatalaksanaan rasa takut pada tahap ini hanya sebatas pendekatanTell dan Show saja. Teknik ini digunakan secara rutin dalam memperkenalkan anak pada perawatan profilaksis, yang selau dipilih sebagai prosedur operatif pertama. Anak diceritakan bahwa gigi-giginya disikat, tujukkan sikat “khusus” tersebut dan bagimana sikat berputar dalam handpiece, kemudian gigi-giginya disikat. Penjelasan tidak perlu panjang lebar, karena hal ini akan cenderung membingungkan anak dan mungkin membangkitkan kecemasan. Pada tahap ini diperlukan pujian karena tingkah laku yang baik selama perawatan awal harus segera diberi penguatan dan selama perawatan selanjutnya (Andlaw & Rock, 1992).
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi pada tahap ini adalah.
- Memberikan pertanyaan sebelum, selama dan setelah perawatan. Hal ini dapat membangkitkan rasa percaya dan memberikan kesempatan kepada anak untuk bekerja sama.
- Saat anak memutuskan pilihan, dokter gigi harus selalu melaksanakan, oleh karena itu jangan menanyakan anak mau atau tidak giginya dirawat.
- Memberikan anak kesempatan memegang alat dan menjelaskan fungsi masing-masing alat. Hal tersebut akan diharapkan rasa takut menjadi hilang dan meningkatkan perhatian serta memberikan kesan bahwa mereka penting sehingga dapat bekerja sama sukarela tanpa dipaksakan.
- Memperkenalkan anak dengan ruang perawatan gigi dan perawatan akan dilakukan sebaiknya tanpa membuat rasa takut, sehingga kepercayaan diri anak dapat diperoleh dan rasa takut berubah menjadi keingintahuan dan kooperatif.
Tingkah laku dan umur yang berbeda pada anak menyebabkan dokter gigi harus mampu untuk bersikap berbeda dalam mengatasinya. Pada anak yang berusia 2 tahun, sebaiknya dokter gigi memberikan alat bermain pada anak pada saat wawancara atau pemeriksaan agar anak menjadi senang, segala sesuatu yang terkait dengan kesehatan anak lebih banyak ditanyakan kepada orang tuanya. Demikian juga dengan konseling lebih banyak ditujukan kepada orang tua (Blisa, 2010).
Strategi tersebut akan berhasil apabila ada kerjasama yang baik antara pasien (anak), orang tua dan dokter gigi serta lingkungan fisik yang mendukung perawatan. Untuk mendapatkan keberhasilan perawatan pada pasien yang memiliki rasa takut adalah dengan menciptakan lingkungan yang aman untuk anak. Hal-hal yang menarik, lingkungan fisik yang berorientasi pada anak dengan peralatan permainan dan berkomunikasi dengan anak adalah sesuatu yang baik (Gambar 1). Hal ini dikarenakan lingkungan psikologis yang aman dapat mempengaruhi tindakan atau perasaan anak (Finn, 1973).
Gambar 1. Komunikasi dan lingkungan fisik yang berorientasi pada anak dengan alat permainan
Pasien yang menunggu perawatan pada umumnya cemas, dan kecemasan dapat ditingkatkan oleh persepsi pasien tentang ruang praktik sebagai lingkungan yang mengancam, tentang perawat, cahaya, bunyi, dan bahasa teknis yang asing bagi pasien (Prasetyo, 2005). Membuat ruang penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika memasukinya, Oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka (Pertiwi et al., 2005).
Pada saat anak memasuki ruang perawatan gigi dengan sejumlah perasaan takut, hal yang pertama harus dilakukan oleh dokter gigi adalah menempatkan anak senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak biasa. Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri (Gambar 2) (Pertiwi et al., 2005).
Gambar 2. Ruang tunggu dan ruang praktik dokter gigi yang nyaman untuk anak-anak
Musik yang lembut dapat memberikan efek baik pada orang tua maupun anak dalam memecahkan keheningan di ruang tunggu. Bahan-bahan bacaan yang disediakan di ruang tunggu tidak saja buat anak-anak, tetapi juga buat orang tuanya. Sediakan pula kursi dan meja kecil bagi anak untuk duduk dan membaca. Buku-buku disediakan untuk semua usia anak. Selain buku bacaan, dapat disediakan juga buku aktivitas, seperti buku mewarnai (Pertiwi et al., 2005; Prasetyo, 2005).
III. Strategi Tahap Sekunder dalam Mengatasi Rasa Takut
Pendekatan tahap sekunder bertujuan untuk menghilangkan rasa takut dengan membentuk pola komunikasi yang baik dengan pasien. Tanda keberhasilan dokter gigi mengelola pasien anak adalah kesanggupannya berkomunikasi dan memperoleh rasa percaya diri dari anak sehingga anak dapat bersikap kooperatif. Komunikasi dengan pasien berperan penting dalam mengurangi rasa takut pasien (Hmud & Walsh, 2009).
3.1. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Memberikan dukungan verbal dan meyakinkan pasien merupakan strategi yang sering dilakukan. Pendekatan ini harus diadopsi oleh seluruh tim pada saat berinteraksi dengan pasien (Hmud & Walsh, 2009). Banyak cara untuk memulai komunikasi secara verbal, misalnya untuk anak kecil dapat ditanyakan tentang pakaian baru, kakak adik, benda atau binatang kesayangannya, sedangkan untuk anak besar dapat ditanyakan tentang sekolah, aktifitas, olah raga atau teman sebaya ((Finn, 1973).
Untuk menciptakan kepercayaan pada anak yang berusia 2-6 tahun, dokter gigi sebaiknya melibatkan anak dalam dialog dan semua diskusi dengan menggunakan kata-kata sederhana. Banyak anak yang merasa senang dengan dokter karena mereka dapat berkomunikasi dengannya. Pada saat berkunjung ke dokter gigi mereka tidak takut, tetapi malah senang. Demikian pula dengan tindakan medis, anak harus diberi penjelasan terlebih dahulu dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. Berbicara pada anak harus disesuaikan dengan tingkat pemahaman sehingga diperlukan “second language” (Budiyanti & Heriandi, 2001; Blisa, 2010).
Beberapa “second language” yang dapat membantu dokter gigi dalam melakukan perawatan gigi pada anak antara lain.
- Melakukan anastesi sebelum pencabutan gigi dapat digunakan istilah “menidurkan gigi”.
- Melakukan pembersihan dengan brush dan pumice dapat digunakan istilah “memandikan dan mengkeramasi gigi”, kemudian mengeringkan dengan tampon dapat digunakan istilah “menghanduki gigi”.
- Mengebor untuk menghilangkan jaringan karies gigi dapat digunakan istilah “membersihkan rumah kuman” dan lain-lain.
Untuk menciptakan kepercayaan anak pada usia 7-10 tahun, dokter gigi sebaiknya menanyakan kegiatannya dan beri komentar yang positif, tanyakan pada anak tentang hal-hal yang sederhana dan konkret, beri tanggungjawab pada anak terhadap tugas yang kita berikan, dan jangan lupa untuk menjelaskan tentang pemeriksaan yang dijalani sesuai dengan daya piker anak. Sedangkan untuk anak yang berusia 11-17 tahun, dokter gigi harus menghargai pendapat, kebutuhan dan keterbatasan anak sebelum merekomendasikan sesuatu (Tabel 1) (Blisa, 2010).
Tabel 1. Tingkah laku anak di praktik dokter gigi berdasarkan umur
Komunikasi non verbal dapat dilakukan misalnya dengan menjabat tangan anak, tersenyum dengan penuh kehangatan, menggandeng anak sebelum mendudukkannya ke kursi gigi dan lain-lain (Budiyanti & Heriandi, 2001).
3.2 Bimbingan Kerjasama
Model komunikasi bimbingan kerjasama antara dokter gigi dan pasien merupakan strategi yang terbaik. Pada perawatan ini diharapkan pasien dapat mematuhi dokter gigi dan anak dapat besikap kooperatif selama perawatan. Perubahan nada dan volume suara dapat digunakan untuk mengubah perilaku dan mengkomunikasikan perasaan kepada anak (Karolina, 2008).
Contoh komunikasi dengan bimbingan kerjasama yang dapat dilakukann oleh dokter gigi antara lain:
1) “buka sedikit lebih lebar mulutnya, anak manis”
2) “apakah engkau siap untuk dimulai sekarang, maukah manis?”
3) “sayang, saya suka caramu membuat mulutmu tetap terbuka lebar”
3.3 Strategi Perilaku Efektif
Selain strategi komunikasi di atas, komunikasi efektif yang dapat dilakukan oleh dokter gigi adalah dengan strategi perilaku. Strategi ini dapat digunakan dengan cepat dan mengurangi rasa takut. Strategi perilaku efektif tersebut antara lain sebagai berikut (Finn, 1973; Karolina, 2008).
1. Waktu dan lamanya perawatan
Dokter gigi harus mengetahui waktu perawatan yang dibutuhkan karena pada beberapa anak lamanya perawatan akan mempengaruhi tingkah lakunya. Terdapat hubungan yang terbalik antara kooperatif dengan lamanya waktu perawatan. Menepati janji untuk datang maupun lamanya perawatan adalah sangat penting (Finn, 1973).
Seorang resepsionis yang mencatat pasien dengan rasa takut dapat menjadwalkan waktu yang cukup, sehingga memungkinkan dokter gigi memiliki waktu lebih dalam menjelaskan prosedur secara hati-hati, dan kemudian melanjutkan perlahan pengobatannya. Waktu yang paling baik dalam merawat anak adalah di pagi hari saat anak tidak lelah. Anak sebaiknya tidak dibawa ke dokter gigi setelah mengalami trauma emosi, misalnya ia baru saja kehilangan boneka kesayangannya, karena penjanjian dengan dokter gigi akan membuat anak menjadi tidak kooperatif (Finn, 1973; Hmud & Walsh, 2009).
2. Mengalihkan perhatian
Mengalihkan perhatian adalah suatu metode yang berguna untuk mengurangi rasa takut, tidak nyaman, stress dan menghilangkan rasa bosan selama periode perawatan. Semakin bnayak mengetahui tentang anak, lebih besar taktik yang dapat dilakukan untuk mengalihkan anak, untuk memberikan kesempatan melakukan prosedur perawatan yang diperlukan. Bahan pengalih yang terbukti membantu mengurangi rasa takut anak misalnya radio, program anak di televisi dan lain-lain.
3. Hipnotis
Hipnotis dilakukan dengan mempengaruhu pikiran orang lain sehingga anjuran-anjuran yang diberikan akan diterima dengan baik. Teknik ini hanya dapat dilakukan pada pasien yang dapat bekerja sama. Hipnotis sering digunakan dalam kedokteran gigi sebagai suatu metode untuk membantu pasien yang cemas agar rileks dan meningkatkan kooperatif pasien.
4. Modifikasi tingkah laku (penguatan)
Penguatan dapat diartikan sebagai pengukuhan pola tingkah laku yang akan meningkatkan kemungkinan tingkah laku tersebut terjadi lagi dikemudian hari. Penguatan (reinforcement) terbukti mengurangi tingkah laku tidak kooperatif pada anak dalam menjalani perawatan gigi (Finn, 1973; Andlaw & Rock, 1992).
Hampir semua benda menjadi penguat dokter gigi sehingga dapat meningkatkan hubungan sosial dengan cara memberikan perhatian, doa, senyum dan pelukan. Benda penguat yang dapat diberikan misalnya stiker, pensil dan lain-lain. Bentuk penghargaan lain adalah hadiah dan ini dapat diberikan pada tahap akhir perawatan sebagai penghargaan atas tingkah laku yang baik (Andlaw & Rock, 1992). Namun, upaya yang terpenting dalam memperkuat tingkah laku adalah kasih sayang dan perhatian.
5. Kehadiran orang tua di dalam ruangan
Kehadiran orang tua di ruang praktik memepunyai pengaruh positif dalam meningkatkan keamanan pada anak yang kurang berani. Sedangkan pendapat agar orang tua sebaiknya berada di luar karena kehadiran orang tua dapat mengganggu prosedur perawatan dan rasa takut yang dimiliki orang tua akan mempengaruhi anak. Sebaiknya orang tua tidak ikut ke ruang praktik tanpa diminta oleh dokter gigi (Finn, 1973).
IV. Strategi Tahap Tertier dalam Mengatasi Rasa Takut
Pendekatan tahap tertier ditujukan kepada anak dengan rasa takut yang berat dengan maksud menghilangkan rasa tkut dan menyelesaikan perawatan gigi. Teknik yang menjadi pilihan utama adalah desensitisasi sistemik dan modeling ataupun kombinasi.
4.1 Desensitisasi
Desentisasi adalah suatu cara untuk mengurangi rasa takut atau cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan yang membuatnya takut atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak takut atau cemas lagi. Prosedur ini dilandasi oleh prinsip belajarcounterconditioning, yaitu respon yang tidak diinginkan digantikan dengan tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan yang berulang-ulang. Teknis desentisisasi ini sangat efektif untuk menghilangkan rasa takut atau fobia (Tampubolon, 2010).
Prinsip macam terapi ini adalah memasukan suatu respon yang bertentangan dengan kecemasan yaitu relaksasi. Pertama-tama subyek dilatih untuk relaksasi dalam, salah satu caranya misalnya secara progresif merelaksasi berbagai otot, mulai dari otot kaki, pergelangan kaki, kemudian keseluruhan tubuh, leher dan wajah. Pada tahap selanjutnya ahli terapi membentuk hirarki situasi yang menimbulkan kecemasan pada subyek dari situasi yang menghasilkan kecemasan paling kecil sampai situasi yang paling menakutkan. Setelah itu subyek diminta relaks sambil mengalami atau membayangkan tiap situasi dalam hirarki yang dimulai dari situasi yang paling kecil menimbulkan kecemasan (Andlaw & Rock, 1992; Tampubolon, 2010). Pada tahap desensitisasi ini, pasien dapat diberikan paparan stimulus berupa injeksi anestesi gigi, aplikasi rubber dam, dan suara serta melihat bor gigi dengan menjelaskan hasilnya (Melamed et al., 1975).
4.2 Modeling
Metode modeling adalah cara pendekatan yang sangat praktis, mudah dilakukan, serta efektif memepersingkat waktu dalam perubahan perilaku pasien anak sehingga waktu perawatan gigi menjadi lebih optimal (Soemartono, 2003). Teori “social learning” memprediksi bahwa pola respon rasa takut pada anak-anak dapat dihilangkan dengan mengamati model yang mendapatkan stimulus tanpa mengalami konsekuensi yang negatif (Melamed et al., 1975).
Prinsip psikologis metode modeling yaitu belajar dari pengamatan model. Anak diajak mengamati anak lain yang ketika dirawat giginya berperilaku kooperatif, baik secara langsung pada kursi gigi atau melalui film. Setelah metode modeling dikerjakan maka diharapkan anak berperilaku kooperatif seperti model yang diamati. Pendekatan tersebut efektif karena memberikan informasi yang jelas pada pasien tentang jenis peralatan dan prosedur yang akan dihadapi (Masitahapsari et al., 2009).
Metode modeling ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui model di film/ anak sebaya (filmed/ in vivo modeling) dan melalui model yang ikut berpartisispasi dalam perawatan secara langsung (participant modeling) dalam memperkenalkan perawatan gigi (Gambar 3). Metode ini efektif pada anak dengan umur 4-9 tahun dan hanya beberapa efektif pada anak yang lebih muda dari umur 4 tahun (Catherine, 2004). 1. Filmed modeling 2. Participant modeling
Gambar 3. Metode modeling (1) filmed modeling dan (2) participant modeling
Sumber : Catherine, 2004
Modeling adalah modifikasi perilaku untuk pasien anak yang masih usia muda, anak dapat belajar tentang pengalaman ke dokter gigi dengan melihat anak-anak lain menerima perawatan. Strategi ini tidak hanya mengajarkan anak yang belum pernah menerima perawatan tentang apa yang diharapkan darinya, tetapi lebih penting adalah mendemonstrasikan apa yang diharapkan dari anak (Narwaty, 2008). Strategi ini efektif dalam mengatasi rasa takut selama kunjungan pertama perawatan gigi pada pasien anak. Metode ini dapat diterapkan dengan mudah dalam ruang praktik (Melamed et al., 1975).
4.3 Kombinasi Perawatan Perilaku
Kombinasi perawatan perilaku menunjukkan hasil yang jauh lebih baik. Penggunaan metode dengan menggabungkan beberapa metode pada suatu paket perawatan. Pasien yang takut diajarkan rileks dan kemudian menunjukkan film model disaat rileks. Modeling dan desensitisasi dapat diterapkan sekaligus, dengan pengkombinasian dua cara ini akan diperoleh hasil yang memuaskan. Modeling dan desensitisasi juga dapat mengurangi rasa cemas orang pada perawatan gigi anaknya. Merubah perilaku dengan cara modeling dan desensitisasi dapat diterapkan baik di klinik gigi maupun praktik pribadi (Narwaty, 2008).
- Apa yang dimaksud dengan pendekatan non pharmacology behavior?
Bidang kedokteran gigi anak sebagai cabang dari kedokteran gigi mempunyai filosofi dasar : rawat pasiennya bukan giginya
Pendekatan non pharmacological adalah dengan melakukan penanganan terhadap penyakit tanpa menggunakan obat-obatan, tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mengatur atau memenej tingkah laku dan gejala kognitif pasien. Tujuan sekunder dari pendekatan ini adalah untuk mengurangi beban pengasuh/perawat. Penanganan dengan melakukan pendekatan non pharmacological sangat bermanfaat ketika pengobatan tidak dapat dilakukan karena pasien tidak mampu mentoleransi efek samping pengobatan atau tidak menyetujui instruksi pengobatan, atau membantah pengobatan. Pendekatan non pharmacological dilakukan dengan menggunakan terapi seperti behavioral management techniques, the pleasant event schedule, music therapy,modifikasi lingkungan, animal assisted therapy, morning bright light therapy, ECT. Melalui pendekatan nonpharmacological ini, penderita menjadi lebih mengenal, dan lebih siap menghadapi penyakitnya, serta lebih dapat memenej dirinya sendiri (Litchenberg, dkk., 2003).
- Bagaimana peranan orang tua terhadap kunjungan pertama anak ke dokter gigi?
Orangtua berperan dalam memberikan informasi pada dokter gigi serta memberi dorongan pada anak agar dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan dokter gigi. Sehingga karena itu, komunikasi dan kerjasama berjalan dengan lancar.
Peranan seorang ibu dalam kesehatan gigi anak-anaknya adalah sebagai motivator, edukator dan fasilitator. Motivator adalah orang yang memberikan motivasi atau mendorong seseorang untuk bertindak. Secara klinis, motivasi diperlukan untuk mendapatkan kekuatan pada pasien yang mendapat perawatan. Motivasi didasari atas suatu kebutuhan, tujuan dan tingkah laku yang khas. Sebagai edukator, seorang ibu wajib memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarganya dalam menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Sebagai fasilitator, seorang ibu dapat dijadikan panutan bagi anak-anaknya dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan yang dihadapi sehari-hari.
- Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan saat menangani anak yang mempunyai sifat temperamen?
Menurut Kate Anderson Ph.D dalam buku 'Family Connections
1. Menerima. Terima watak dan perilaku anak anda apa adanya. Jangan anggap anda ketiban sial. Sebaliknya, anggap diri anda dipercaya Tuhan untuk mengasuh anak sulit. Sikap seperti ini akan membantu anda untuk mengumpulkan energi baru untuk membantu si kecil.
2. Lihat sisi positif. Setiap kepribadian selalu punya manfaat. Anda hanya perlu mengurangi kadar keras kepala atau agresivitas si kecil agar bisa digunakan anak pada situasi yang tepat. Kelak semua itu bisa mendatangkan manfaat bagi dirinya.
3. Bedakan temperamen dan perilaku negatif. Contoh temperamen negatif adalah sulit menyesuaikan diri dengan situasi baru, sementara contoh perilaku negatif adalah membuang makanan sambil marah-marah. Kemampuan untuk membedakan keduanya akan mempermudah Anda untuk memberi tanggapan yang tepat. Biasanya perilaku begatif lebih mudah diubah ketimbang temperamen negatif.
4. Tentukan harapan dan tujuan yang jelas tentang anak dan pegang teguh keduanya.
5. Hindari jebakan 'adu kuat' (power struggle) dengan anak.
6. Tetap tenang dan jaga emosi.
7. Perbanyak pengetahuan dan wawasan yang terkait dengan 'anak sulit' .
8. Buat tindakan antisipatif sebelum anak menampakkan perilaku negatifnya. Anda pasti hafal masalah perilaku yang sering ditampilkan anak.
9. Bantu anak mengenali emosinya. Misalnya menanyakan "kamu marah ya?" , "kamu kecewa ya?"
10. Sisihkan waktu khusus untuk bicara empat mata dengan anak dan fokuskan ganya pada hal positif.
11. Ciptakan rutinitas keluarga. Misalnya memasak bersama, membaca ceritam bersepeda sore. Atau masukkan anak anda ke klub seperti klub olahraga, tari atau drama.
12. Terapkan sistem 'reward' / pujian dan konsekuensi, untuk meluruskan temperamen anak. Konsekuensi misalnya, bila anak tidak mau makan anda tidak perlu memaksanya. Biarkan ia merasa lapar agar mengerti konsekuensi dari tidak makan.
13. Praktikkan selalu sikap memaafkan dan sabar.
14. Cari dukungan orang lain. Bila perlu minta bantuan psikolog.
15. Jangan lupa mengurus diri sendiri.
16. Berdoa, berdoa dan berdoa.
Para pakar temperamen sepakat, cara paling efektif untuk mengubah temperamen anak suli adalah dengan memberinya pujian. Tepatnya anda harus memujinya dengan tulus saat anak mampu mengendalikan diri (berperilaku baik) maupun saat anak temperamental (emosional).
- Bagaimana metode pendekatan dalam pembentukan tingkah laku anak selama perawatan gigi?
4.1. Komunikasi
Tanda keberhasilan dokter gigi mengelola pasien anak adalah kesanggupannya berkomunikasi dan memperoleh rasa percaya dari anak, sehingga bersikap koperatif. Komunikasi dibagi atas komunikasi verbal dan non verbal, sebaiknya pembicaraan dilakukan secara wajar. Banyak cara untuk memulai komunikasi verbal, misalnya untuk anak kecil dapat ditanyakan tentang pakaian baru, kakak adik, benda atau binatang kesayangan. Anak yang lebih besar dapat ditanyakan tentang sekolah, aktifitas, olah raga atau teman.
Perubahan nada dan volume suara dapat digunakan untuk mengubah perilaku dan mengkomunikasikan perasaan kepada anak. Perintah yang tiba-tiba dan tegas dapat mengejutkan dan menarik perhatian anak sehingga anak dapat menghentikan apa yang sedang dilakukannya
4.2. Mengalihkan perhatian
Mengalihkan perhatian adalah suatu metode yang berguna untuk mengurangi rasa takut, tidak nyaman, stress dan menghilangkan rasa bosan selama periode perawatan.
Semakin banyak mengetahui tentang anak, lebih besar taktik yang dapat dilakukan untuk mengalihkan anak, untuk memberikan kesempatan melakukan prosedur perawatan yang diperlukan. Bahan pengalih perhatian yang terbukti untuk membantu mengurangi rasa takut pada anak misalnya radio, program anak di tv dan lain-lain.
4.3. Teknik Tell-Show-Do
TSD merupakan suatu rangkaian pendekatan secara berurutan, sebagai metode persiapan, dipopulerkan pertama kali oleh Addelston (1959) dan dapat diterapkan pada anak dengan sikap dan umur yang berbeda, terutama pada anak yang pertama kali berkunjung ke dokter gigi.13 Sebelum melakukan perawatan, dokter gigi selangkah demi selangkah menjelaskan terlebih dahulu kepada anak apa yang akan dilakukan dengan bahasa yang dapat dimengerti anak dan menunjukkan berbagai instrumen yang akan digunakan. Kemudian kepada anak dijelaskan bagaimana prosedur yang akan dilakukan, setelah itu dokter gigi mendemonstrasikannya.11 Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama pada anak dengan ketakutan yang berlebihan.
TELL : Anak diberitahu apa yang akan dilakukan terhadap dirinya, bahasa sesederhana mungkin agar mudah dipahami. Istilah-istilah kedokteran gigi dapat diganti dengan bahasa sehari-hari. Misalnya ; karies diganti dengan gigi berlobang, disuntik diganti dengan ditidurkan dan bor diganti dengan giginya akan dibersihkan supaya bahan tambalan dapat dimasukkan.12,13
SHOW : Memperlihatkan cara kerja dokter gigi menggunakan alat bantu peraga, misalnya pantom yang terbuat dari gips ataupun melalui gambar, slide dan film yang pendek. Pekerjaan dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan rasa takut dan terkejut pada anak.
DO : Dokter gigi akan melakukan apa yang telah diterangkan dan diperlihatkan. Anak tidak boleh dibohongi, karena bila terjadi penyimpangan dari apa yang telah diterangkan dan diperlihatkan tadi, besar kemungkinan si anak tidak mau lagi dirawat giginya.12,13
Berikan pujian dan hadiah apabila anak telah menunjukkan kerja sama yang baik dalam menerima perawatan.
4.4. Modeling
Anak mempunyai sifat ingin tahu, menirukan hal-hal yang baru dan yang menarik perhatiannya serta sifat bersaing. Sifat-sifat ini dapat dimanfaatkan dalam merawat gigi anak.12 Menurut Bandura (1969) modeling adalah suatu proses sosialisasi yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. Gordon (1974) mengatakan bahwa modeling adalah proses belajar dengan memperhatikan model. Sedangkan Eichenbaum (1977) berpendapat bahwa modeling merupakan suatu teknik yang memakai kemampuan anak untuk meniru model yang sudah berpengalaman.
Cara modeling dilakukan dalam mengatasi dan merubah tingkah laku anak yang tidak koperatif.
Seorang dokter gigi juga dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh anak dengan syarat harus bersikap tenang, santai dan mantap. Jika dokter gigi tidak tenang, cemas dan ragu-ragu, akan menambah rasa takut dan cemas seorang anak
4.5. Desensitisasi
Cara lain yang dipakai untuk merubah tingkah laku anak adalah desensitisasi, yaitu suatu cara untuk mengurangi rasa takut dan cemas seorang anak dengan jalan memberi rangsangan sehingga rasa takut/cemas sedikit demi sedikit akan berkurang. Rangsangan tersebut diberikan terus, sampai anak tidak merasa takut lagi.
Cara ini terdiri atas tiga tahap, yaitu :
• Pertama: latih pasien agar merasa santai/relaks
• Kedua: susun secara berurutan hal-hal yang membuat pasien cemas/ takut yaitu dari hal yang paling menakutkan sampai ke hal-hal yang tidak begitu menakutkan.
• Ketiga: memberi rangsangan dari hal yang tidak begitu menakutkan sampai anak tidak merasa takut lagi dan rangsangan ini ditingkatkan menurut urutan yang telah disusun tersebut di atas
4.6. Hand – Over – Mouth Exercise (HOME)
Teknik hand-over-mouth biasanya dianggap sebagai cara yang ekstrem dalam menangani anak yang tidak koperatif, misalnya anak yang menangis histeris.21 Anak seperti ini biasanya tidak takut, tetapi mereka tidak mau bekerja sama dan mencari jalan untuk menghindar. Tingkah laku biasanya segera terlihat pada kunjungan pertama dan dipertegas oleh cara penolakan terhadap pemeriksaan.12
Teknik ini dilakukan dengan cara menahan anak yang melawan dengan pelan tetapi kuat pada kursi perawatan gigi, meletakkan tangan di atas mulutnya untuk menahan perlawanannya dan berbicara dengan perlahan tetapi jelas ke dalam telinganya. Selanjutnya pada anak dikatakan bahwa tangan akan diangkat bila ia berhenti menangis. Bila ia menanggapi dengan baik, tangan segera diangkat dari mulutnya dan ia diberi pujian atas sikap baiknya. Teknik ini bukan untuk menakuti anak, tetapi untuk mendiamkannya dan mendapatkan perhatiannya, agar ia dapat mendengar apa yang dikatakan dokter gigi dan menerima perawatan gigi yang diperlukannya.21
Teknik HOME digunakan sampai anak menyadari bahwa dokter gigi tidak terpengaruh oleh tingkah laku dan perlawanannya. Metode ini memperlihatkan pada anak bahwa usahanya untuk menghindari keadaan tidak perlu dan tidak berguna.
4.7. Hipnotis
Hipnotis diartikan oleh Hartland (1971) sebagai “suatu teknik yang dapat mempengaruhi pikiran orang lain sehingga anjuran-anjuran yang diberikan akan diterima pasien dengan baik”.19
Hipnotis paling sering digunakan dalam kedokteran gigi sebagai suatu metode untuk membantu pasien yang takut dan cemas supaya relaks, sehingga akan dapat menerima prosedur perawatan yang sebelumnya ditolak. Indikasi lain untuk hipnotis membantu pasien yang mual sewaktu sesuatu benda masuk ke dalam rongga mulutnya, mendorong anak untuk memakai peralatan ortodonti dan memperkenalkan anak pada sedasi inhalasi atau anestesia umum. Sebelum melakukan hipnotis, dokter gigi harus mempersiapkan pasien dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan. Pada anak hanya memerlukan persiapan minimal, kata-kata hipnotis tidak perlu digunakan pada anak. Anak kecil dapat diberitahu bahwa mereka akan merasa seperti tidur, dengan mata tertutup walaupun ada sedikit perbedaan, mereka masih dapat mendengar segala sesuatu yang dikatakan oleh dokter gigi dan mampu berbicara. Anak yang lebih besar hanya perlu diberitahu bahwa tujuannya adalah membantu mereka untuk relaks sehingga kekhawatiran mereka terhadap perawatan gigi dapat diatasi.
- Bagaimana menangani anak yang kritis?
Strategi 1: Menjaga Kejujuran
Ketika ditanya anak tentang suatu hal, orang tua harus bersikap jujur. Maksudnya, orang tua harus menjawab pertanyaan itu secara objektif terukur. Orang tua tidak boleh menolak pertanyaan anak. Mereka itu memerlukan jawaban segera. Oleh karena itu, orang tua tidak boleh menyesatkan pikiran anak dengan jawaban yang mbulet alias bertele-tele alias berbelit-belit. Jawablah pertanyaan anak itu dengan jujur.
Strategi 2: Menggunakan Bahasa Analogi
Pikiran anak belum mampu memahami penalaran tingkat tinggi. Oleh karena itu, pikiran anak perlu dirangsang dengan penalaran analogi. Penalaran analogi adalah pola berpikir yang menggunakan objek lain sebagai pembanding untuk memudahkan pengembangan gagasan. Pernyataan awal tulisan ini dapat digunakan sebagai contohnya, yaitu penggunaan istilah kaset untuk menggantikan istilah otak atau pikiran anak
Strategi 3: Bersikap Ramah
Anak sering bertanya tanpa mempertimbangkan kesopanan atau etika. Mereka hanya berdasarkan insting atau naluri keingintahuan. Jadi, mereka tidak pernah berpikir bahwa pertanyaan itu kurang etis ditanyakan. Namun, rasa ingin tahu membangkitkan keberaniannya untuk bertanya. Maka, orang tua tidak boleh menanggapi pertanyaan itu secara emosional. Orang tua harus bersikap ramah agar anak merasa dilayani.
4. Jangan Menunjukkan Respons Negatif
Dalam hal ini, kemampuan orang tua untuk mengontrol dirinya sendiri memang diuji. Amat bijaksana bila orang tua tidak menunjukkan respons negatif atas sikap kritis anak, seperti marah atau kesal de-ngan membentak atau malah menyuruh anak diam. Tang- gapilah sikap kritis anak dengan positif. Tersenyumlah dan dengarkan pertanyaannya. Jika orang tua belum bisa menjawab pertanyaan tersebut saat itu juga, jangan sungkan untuk meminta anak menunggu Anda siap menjawabnya. Jangan lupa juga untuk menjelaskan kenapa pertanyaan tersebut belum bisa dijawab. Contohnya, "Wah... pertanyaanmu bagus banget. Mama senang sekali menjawabnya. Tapi sekarang Mama lagi sibuk masak. Gimana kalau Mama jawabnya nanti saja setelah masakannya matang. Soalnya kalau Mama enggak konsentrasi, nanti masakannya bisa gosong dan rasanya jadi tidak enak. Setuju?"
Bisa juga orang tua menjawab 1-2 pertanyaan anak. Jika ia masih bertanya terus, jelas- kan kondisi orang tua yang sedang tidak memungkinkan untuk melayaninya. Tentukan kapan waktu yang dirasa pas untuk melanjutkan "diskusi" tersebut.
5. Dengarkan Baik-baik
Sebelum menjawab, dengarkan baik-baik dan pahami benar apa yang ditanyakan anak. Bahkan kalau perlu ajukan pertanyaan balik agar jawaban benar-benar memenuhi kebutuhan anak, selain untuk menghindari salah paham. Soalnya, pengertian/istilah tertentu bisa saja diartikan berbeda oleh anak. Misal, "pacaran" bagi anak adalah jalan bareng sambil berpegangan tangan yang tentu saja berbeda dengan pemahaman orang dewasa.
6. Arahkan pada Penemuan Jawaban
Untuk lebih melatih ketajaman berpikir anak, orang tua sebaiknya membimbing anaknya untuk menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Caranya? Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada penemuan jawaban.
BILA SIKAP KRITIS DITANGGAPI POSITIF
Bila orang tua selalu mengakomodasi keingintahuan anak, menurut Vera ada beberapa dampak positif yang bakal didapatnya:
1. Rasa ingin tahunya terus berkembang dan ini akan menguatkan motivasinya untuk terus mempelajari hal-hal baru. Termasuk pelajaran di sekolah, hingga ia terlihat penuh semangat.
2. Tumbuh menjadi pribadi yang penuh percaya diri karena merasa diterima oleh orang tua/lingkungan terdekatnya.
3. Ketajaman berpikirnya semakin terasah.
4. Memperoleh kesempatan untuk menambah kosakata baru yang didapatnya dari pertanyaan yang diajukan sekaligus memperluas wawasannya.
BILA DITANGGAPI NEGATIF
Tanggapan yang tidak bijaksana terhadap sikap kritis anak hanya akan melahirkan beberapa dampak merugikan. Berikut uraian Vera:
1. Mematikan kreativitas dan rasa ingin tahu anak. Dengan begitu, ia tidak lagi terdorong untuk menggali hal-hal baru yang ditemuinya. Semua diterima secara pasif sebagaimana adanya.
2. Anak jadi kurang percaya diri karena merasa selalu disalahkan dan dianggap sebagai pengganggu.
3. Anak akan tumbuh jadi orang yang cenderung memilih diam. Baginya diam berarti "aman" dan membuatnya terhindar dari berbagai kesulitan.
4. Anak jadi frustrasi karena kebutuhannya tidak terpenuhi.
5. Anak terdorong untuk mencari sumber lain yang belum tentu benar guna memenuhi kebutuhannya yang tidak terpenuhi dari orang tua.
6. Merenggangkan hubungan anak dengan orang tua. Anak enggan terbuka pada orang tua karena menganggap orang tuanya kurang kompeten, minimal enggak asyik diajak "ngobrol".
- Perbedaan pendekatan pharmacology dan non pharmacology dilakukan? LI
- Non pharmacology = dilakukan pada saat dokter bertemu pasien pertama kali dan dalam keadaan tidak sakit / first dental check up
- Pharmacology = dilakukan saat pasien datang dengan keluhan rasa sakit / urgent
- Perawatan yang dapat dilakukan pada anak pada saat kunjungan pertama? LI
Ø Idealnya perawatan operatif yang meliputi injeksi atau preparasi tidak dimulai pada kunjungan pertama, walaupun anak pernah mempunyai pengalaman dengan dokter gigi lain, karena pada tahap ini anak berada pada situasi yang baru. Anak sering dibawa pertama kali ke dokter gigi dalam keadaan sakit, sehingga prosedur pendahuluan yaitu memperkenalkan anak ke dokter gigi tidak mungkin dilakukan. Prosedur yang ideal pada kunjungan ini dapat diubah misalnya pada anak yang datang berobat dalam keadaan sangat sakit, sehingga untuk keadaan demikian harus segera dilakukan perawatan. Beberapa kasus perlu dilakukan segera perawatan (misalnya gigi sangat goyang) sedangkan bila ada rasa sakit lebih baik memberikan analgetik dulu, agar anak dapat yakin bahwa ke dokter gigi justru untuk menyembuhkan,bukan untuk menambah rasa sakit.
Ø Pada anak kecil prosedur penyikatan gigi dibatasi beberapa gigi seri dan dalam waktu hanya satu atau dua menit. Tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan anak agar senang ke dokter gigi, apakah plak akan hilang atau tidak adalah tidak penting